BIOma – Semenjak pandemi COVID-19 menyebar di Tanah Air pada tahun 2020 lalu, masyarakat mau tidak mau harus tetap berada di rumah dan melakukan segala aktivitas dari rumah. Menghabiskan banyak waktu di rumah mendorong masyarakat menjadi jenuh dan mulai mencari hiburan untuk mengusir kebosanan dan mengurangi tekanan. Tidak heran, aktivitas masyarakat di dunia maya kian melonjak sejak pandemi mengekang. Salah satu aplikasi yang banyak digunakan dan digemari oleh berbagai kalangan masyarakat saat ini ialah TikTok.
TikTok merupakan sebuah jejaring sosial dan platform video musik asal Tiongkok yang diluncurkan pada tahun 2016 lalu oleh Zhang Yiming. Aplikasi ini menggabungkan fitur media sosial, pesan, dan berbagi video singkat yang menarik yang digunakan untuk menampilkan bakat-bakat seseorang mulai dari menyanyi, menari, sampai hal yang bersifat religius tergantung konten yang dibuat oleh para kreator. Jika beruntung, kreator konten bahkan dapat memperoleh pundi-pundi uang melalui unggahannya pada platform ini.
Dilansir dari laman Ciputra.ac.id, penggunaan aplikasi TikTok semenjak pandemi meningkat 20% dibanding sebelumnya. Aplikasi ini marak digunakan oleh banyak kalangan mulai dari artis, influencer, hingga masyarakat umum. Bahkan, popularitasnya di Indonesia terbukti dengan adanya program TikTok Awards 2020 yang menjadi ajang penghargaan bagi para kreator konten.
Banyaknya pengguna disertai konten yang bervariasi menyebabkan tren-tren baru kian bermunculan dan viral di kalangan masyarakat Indonesia melalui perantara media sosial. Sebagai pengguna media sosial, tren yang lahir tersebut perlu disaring dan dipilah dengan bijak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Darmayanti pada tahun 2019 lalu, TikTok menjadi salah satu sarana yang memuat konten pornografi. Hal tersebut lantas meresahkan para orang tua dan memicu kekhawatiran terhadap para remaja pengguna aplikasi ini. Menurut penelitian ini, dari 10 broadcaster yang diwawancarai, delapan di antaranya menyaksikan tayangan pornografi dan tren-tren yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan banyak dukungan like, seperti berpenampilan vulgar.
Namun TikTok tak dapat dinilai sempit hanya dari satu sisi saja. Hasil Penelitian Hasiholan pada tahun 2020 membuktikan bahwa platform video ini juga memuat banyak hal positif. Banyak kreator menciptakan konten video yang edukatif, kreatif, menghibur, serta menyajikan tips-tips yang bermanfaat. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menggunakan aplikasi TikTok untuk mengampanyekan gerakan mencuci tangan agar lebih bisa menarik perhatian para generasi milenial. Melalui TikTok, konten edukasi dan persuasi seperti itu dapat dikemas secara ringan dan komunikatif.
Masyarakat terutama generasi milenial memang tak dapat dipisahkan dengan kehidupan maya. Oleh karenanya, perlu sikap bijak untuk mengikuti tren di media sosial. Pilihan baik dan buruk ada pada jari yang mengendalikan gawai. TikTok maupun aplikasi lainnya tentu dapat bernilai positif jika pengguna dapat menghidupkan tren-tren yang bermanfaat.
Reporter : Khusnul Khatimah