Ilustrasi seseorang mengalami hustle culture (Doc. Int)

BIOma – Mahasiswa merupakan generasi muda intelektual yang turut berperan penting bagi masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai garda terdepan dalam penyaluran aspirasi masyarakat, mahasiswa dituntut untuk dapat aktif dan kritis dalam berpikir. Saat ini, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk aktif dalam mengukir prestasi akademis, tetapi mereka juga diharapkan dapat memperluas relasi dengan aktif berorganisasi hingga mencari nafkah sendiri.

Banyaknya capaian yang harus diraih membuat mahasiswa menjadi manusia si paling sibuk. Sibuk belajar, mengerjakan tugas, berorganisasi, menjadi panitia kegiatan, mencari uang, magang, dan lain sebagainya dengan alasan untuk menambah pengalaman dan menambah teman. Orang sibuk juga cenderung mudah mengatakan “ya” pada setiap perintah. Menjadi mahasiswa aktif di segala bidang memang memberikan dampak positif bagi mahasiswa. Namun, jika dilakukan dengan cara yang salah akan memberikan dampak buruk, utamanya pada sisi kesehatan fisik dan mental.

Hustle culture merupakan suatu kondisi seseorang merasa bahwa bekerja adalah hal yang terpenting untuk dilakukan, seperti melakukan dua atau tiga pekerjaan sekaligus dalam satu waktu. Banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami hustle culture. Salah satu penyebabnya adalah adanya perspektif masyarakat yang beranggapan bahwa orang yang paling banyak bekerja akan lebih cepat sukses. Nyatanya kerja banyak tak selalu menjadi kerja produktif.

Dilansir dari Orami.co.id, penyebab terjadinya hustle culture lainnya adalah karena adanya kemajuan teknologi. Saat ini informasi sangat mudah untuk dijangkau berbagai kalangan, sehingga ada kecenderungan untuk mengikuti suatu tren yang berkembang. Ketika seseorang melihat pencapaian orang lain melalui media sosial misalnya, orang tersebut merasa kurang jika tidak mencapainya juga. Hal ini membuat orang-orang berpikir untuk bekerja keras agar menjadi sama dengan yang lainnya dan mendapat pengakuan khalayak umum. Walaupun sebenarnya dia tidak memerlukan itu.

Hustle culture juga dapat disebabkan karena adanya Toxic positivity, yaitu dorongan untuk berasumsi positif walaupun dalam keadaan tertekan. Biasanya, asumsi ini didapatkan dari diri sendiri ataupun perkataan orang lain. Contohnya, disaat seseorang sudah sangat Lelah dalam melakukan sesuatu, justru ada yang mengatakan “ayo semangat, kamu pasti bisa”, ataupun ucapan “masa begitu saja kamu tidak bisa padahal yang lain bisa”. Dorongan-dorongan seperti ini memang baik untuk menyemangati seseorang, tetapi hal ini dapat menjadi racun bagi diri sendiri karena dapat memforsir tenaga karena mereka dipaksa untuk tetap tegar dalam situasi sulit sekalipun.

Hustle culture dapat berdampak negatif ketika dilakukan terus-menerus dengan porsi yang berlebihan. Menghabiskan seluruh waktu untuk bekerja, belajar dan berorganisasi dan hanya menyisihkan waktu sedikit untuk beristirahat. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan mahasiswa baik itu fisik maupun mental. Alangkah baiknya jika semua orang utamanya mahasiswa, dapat melakukan sesuatu sesuai porsinya. Kotakkan pekerjaan sesuai kebutuhan dan manfaatnya bagi diri sendiri, sehingga meminimalisir pekerjaan yang sia-sia. Jadilah mahasiswa cerdas yang mampu mengatur waktu dengan baik dan tidak melupakan pentingnya kesehatan.

Reporter: Amelia Meiriska


Loading

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *