BIOma – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mempublikasikan temuan spesies anggrek baru dari Pulau Sulawesi. Anggrek spesies baru ini dikenal oleh masyarakat dengan nama anggrek kuku macan (Aerides obyrneana) karena pada bagian dagu bunga genus membentuk konus meliuk dengan ujung runcing layaknya kuku macan.
Dilansir dari laman detik.com, Destario Metulasa selaku penemu anggrek ini melakukan serangkaian observasi pada bulan Mei 2024 dan resmi mempublikasikan anggrek tersebut sebagai spesies baru endemik Sulawesi. Sebelum spesies ini ditemukan, terdapat lima spesies anggrek endemik yang telah tercatat dari Indonesia. Di antaranya spesies Aerides odorata yang tersebar luas di Sumatera, Jawa, Kalimantan, kepulauan Nusa Tenggara, hingga Sulawesi. Spesies Aerides timorana di kawasan kepulauan Nusa Tenggara. Kemudian tiga spesies endemik lainnya tercatat yaitu A. huttonii, A. inflexa, dan A. thibautiana ditemukan di Sulawesi.
Ukuran anggrek ini tidak terlalu besar. Batang berukuran tinggi sekitar 10-16 cm. Daunnya berseling memanjang seperti pita dengan bentang sepanjang 4-13 cm. Memiliki beberapa akar lekat yang panjangnya mencapai 60 cm dengan fungsi untuk menyerap kelembaban dari udara maupun dari kulit pepohonan, sekaligus sebagai tempat menyimpan cadangan air.
Saat mekar sempurna, bunganya berukuran lebar sekitar 2,4-2,6 cm. Sepal dan petal bunganya kaku, berlilin, bewarna putih keunguan. Bibir bunganya bercuping tiga dengan cuping tengah berbentuk melebar seperti kipas (flabellate) yang terbelah membentuk 4 ruang (lobules) dengan tepi bergerigi bewarna kuning cerah kehijauan.
Anggrek Aerides obyrneana memiliki kelebihan dapat adaptif pada lingkungan dengan kelembaban rendah, serta suhu dan intensitas cahaya yang tinggi. Sebab, jika diperhatikan morfologi daunnya yang memiliki permukaan sempit memanjang, jaringan daun cukup tebal, serta permukaan atas berkutikula. Habitat aslinya berada ditepian hutan dengan sirkulasi udara yang lancar dan berintensitas cahaya sekitar 50-70%.
Kemunculan spesies baru dapat mendorong potensi ancaman pengambilan tak terkendali di alam untuk memenuhi permintaan perdagangan komersial. Oleh karena itu, status konservasi anggrek baru ini diusulkan untuk masuk pada kategori kritis (Critically Endangered) berdasarkan kriteria IUCN Redlist (International Union for Conservation of Nature).
Urgensi ancaman terhadap konversi habitat alami suatu spesies dianggap penting melakukan kerja sama berbagai pihak, termasuk dari komunitas hobiis untuk secara bersama-sama melakukan upaya pelestarian berkelanjutan agar tidak punah.
Reporter: Nurfadhila Reski Nawangati