BIOma – Demonstrasi menentang revisi Undang-undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang digelar di luar gedung DPRD Kota Malang berujung ricuh ketika aparat melakukan tindakan kekerasan terhadap para demonstran. Kericuhan ini mengakibatkan banyak korban luka, baik dari kalangan jurnalis mahasiswa maupun petugas medis yang juga menjadi korban kekerasan, Minggu (23/03).
Demonstrasi dimulai pada pukul 15.45 dengan orasi damai di depan gedung DPRD Kota Malang. Sebagian besar pengunjuk rasa adalah mahasiswa yang melakukan kegiatan seperti mendirikan perpustakaan jalanan dan berbagi makanan berbuka puasa sebelum magrib. Di rentan waktu berbuka puasa, paramedis mulai berkeliling dan memberikan air minum kepada aksi massa, terdapat pula kiriman makanan dari donatur warga.
Suasana tetap damai hingga pukul 18.00, ketika para peserta aksi mulai menampilkan teater simbolik selama kurun waktu 15 menit yang menggambarkan kekerasan aparat terhadap warga sipil. Dimana 2 perempuan berakting bernarasi dan berorasi dan 2 laki laki berakting seperti aparatur negara yang melakukan kekerasan kepada rakyat ketika bersuara. Seraya orasi dan puisi-puisi dikumandangkan, beberapa demonstran mengeluarkan bola plastik dan menggunakan jalan sebagai Lapangan.
Saat Teater simbolik, paramedis menuju tengah-tengah demonstran, untuk memberitahukan agar demonstran dapat mengenali mereka dengan lambang Palang merah (terbuat dari lakban merah), dan menginformasikan bahwa letak posko medis mereka berada di Halte SMAN 1 Malang jika mengalami luka berat saat aksi agar segera ke posko paramedis tersebut.
Namun, suasana berubah secara signifikan ketika polisi bersiap untuk menghadapi kerumunan massa dari dua arah, yaitu sisi timur Balai Kota dan Jalan Majapahit.
Kekacauan terjadi sekitar pukul 18.20 ketika pasukan gabungan secara agresif mengejar para pengunjuk rasa, menyebabkan kepanikan yang meluas.
Tim medis yang membantu para korban luka juga menjadi sasaran aparat. Beberapa peralatan medis mereka dirusak dan disita. Seorang demonstran yang berusaha melindungi tim medis mengalami luka serius sehingga harus menjalani operasi di Rumah Sakit Syaiful Anwar. Para jurnalis mahasiswa yang meliput acara tersebut juga mengalami kekerasan, dengan beberapa orang diseret, dipukuli, dan diserang secara verbal dan fisik. Seorang jurnalis perempuan mengalami diskriminasi gender sebelum akhirnya diserang oleh pihak berwenang.
Pada pukul 18.35, polisi melakukan penyisiran di sekitar Balai Kota Malang hingga ke Jalan Pajajaran dan Jalan Gajahmada untuk membubarkan para demonstran tanpa peringatan sebelumnya. Enam demonstran ditahan, termasuk dua pelajar SMA, namun mereka dibebaskan beberapa jam kemudian.
Peristiwa ini mengakibatkan total 25 orang terluka, baik jurnalis maupun petugas medis, serta kerusakan pada peralatan medis yang digunakan untuk menolong para demonstran yang terluka.
Koalisi Masyarakat Sipil Malang Raya, bekerja sama dengan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), mengecam keras tindakan represif tersebut. Mereka menyerukan peninjauan ulang secara menyeluruh terhadap penanganan demonstrasi oleh aparat keamanan, penghentian kriminalisasi terhadap jurnalis, dan penegakan hak asasi manusia dalam penanganan demonstrasi.
Kejadian ini merupakan preseden buruk bagi kebebasan berekspresi dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.Tindakan agresif terhadap inisiatif masyarakat sipil tanpa kekerasan menyoroti kebutuhan mendesak akan reformasi dalam cara aparat keamanan melakukan pendekatan terhadap protes damai di negara ini.
Reporter: Yohanis Roy Pabidang