BIOma – Siput laut kecil (Elysia chlorotica) kembali menjadi sorotan para ilmuwan. Bukan karena bentuknya yang mencolok, melainkan karena kemampuannya yang sangat langka, yaitu dapat melakukan fotosintesis seperti tumbuhan.
Kemampuan ini didapatkan dari alga hijau Vaucheria litorea yang dikonsumsinya. Saat E. chlorotica memakan alga tersebut, ia menyerap kloroplas, organel penghasil energi dalam sel tumbuhan, lalu menyimpannya dalam sel-sel kulitnya. Uniknya, kloroplas ini tidak hanya tertelan, tetapi tetap aktif di tubuh siput bahkan hingga sembilan bulan, memungkinkan siput untuk hidup tanpa makanan selama periode itu.
Dikutip dari jogja.idntimes.com, siput ini mendapat julukan “Siput Setengah Tumbuhan” karena kemampuannya menyimpan kloroplas dan mengandalkan fotosintesis untuk bertahan hidup. Dalam kondisi tertentu, Elysia chlorotica bahkan dapat bertahan hingga satu tahun penuh hanya dengan energi matahari.
Selain itu, dilansir dari blogspot.com siput ini juga dijuluki sebagai “Zamrud dari Timur” karena warna tubuhnya yang berubah menjadi hijau menyala setelah menyerap kloroplas. Warna ini bukan sekadar penampilan, melainkan hasil nyata dari aktivitas fotosintesis yang berlangsung di dalam tubuhnya.
Berdasarkan jurnal The Biological Bulletin yang ditulis oleh Schwartz et al, para ilmuwan menemukan bahwa gen PRK (Phosphoribulokinase) adalah gen yang umumnya hanya ditemukan pada tumbuhan, telah melekat pada kromosom siput. Hal Ini menunjukkan adanya transfer gen horizontal dari alga ke hewan.
Sebelumnya, keberadaan gen alga dalam DNA dan RNA E. chlorotica telah dideteksi melalui berbagai metode seperti PCR dan analisis transkriptom. Namun karena gen tersebut tidak ditemukan pada tahap telur, sebagian peneliti masih meragukannya.
Melalui teknik FISH (Fluorescent in Situ Hybridization), para ilmuwan akhirnya membuktikan bahwa gen tersebut benar-benar menjadi bagian dari warisan genetik siput, dan bisa diturunkan ke generasi berikutnya.
Namun demikian, tidak semua ilmuwan sepakat bahwa E. chlorotica mewarisi gen alga secara permanen. Dalam ulasan ilmiah oleh Wägele pada tahun 2015 dalam jurnal Aquatic Science & Management, disebutkan bahwa spesies siput laut lain seperti Plakobranchus ocellatus dan Elysia timida tidak menunjukkan bukti perpindahan gen dari alga.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa keberhasilan fotosintesis pada siput lebih dipengaruhi oleh kualitas kloroplas, kondisi lingkungan, serta perilaku siput itu sendiri, seperti kemampuannya memilih tempat yang teduh agar kloroplas tidak rusak oleh cahaya berlebihan.
Meski perdebatan ilmiah masih berlangsung, E. chlorotica tetap menjadi simbol betapa menakjubkannya evolusi. Ia melampaui batas antara dunia hewan dan tumbuhan, memanfaatkan makanannya bukan hanya untuk nutrisi, tapi juga sebagai sumber energi jangka panjang.
Keunikannya membuka pintu bagi penelitian lebih lanjut dalam bidang bioteknologi, evolusi, dan bahkan rekayasa genetik masa depan.
Reporter: RM 1