BIOma – Indonesia saat ini sedang mengalami krisis kebebasan berekspresi dan berpendapat. Beberapa oknum masyarakat sipil dan mahasiswa yang menyuarakan pendapat menentang pengesahan revisi UU TNI telah mengalami tindakan kekerasan dari aparat keamanan.
Disahkannya revisi UU TNI oleh DPR, memicu aksi demo yang diikuti oleh masyarakat sipil dan mahasiswa yang berlangsung di berbagai wilayah dan berakhir dengan adanya tindakan kekerasan oleh beberapa aparat keamanan.
Dikutip dari eksepsionline.com, aksi demonstrasi merupakan bentuk keterlibatan aktif warga negara dalam proses demokrasi, namun sering kali dihadapkan pada respon represif dari aparat keamanan yang seharusnya berperan sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Situasi ini sering kali membuktikan adanya penyalahgunaan kekuasaan, ditandai dengan tindakan kekerasan tidak berimbang yang dilakukan oleh aparat keamanan kepada massa demonstran.
Dilansir dari tempo.co, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) kota Malang, Delta Nishfu, telah mengalami memar fisik di bagian tangan setelah aksi demo menolak revisi UU TNI. Ia bersama tujuh anggota PPMI dari berbagai perguruan tinggi telah menjadi korban kekerasan saat meliput aksi unjuk rasa di depan DPRD Kota Malang.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menyatakan bahwa ada dua alasan mengapa aparat masih terus represif dalam menangani aksi unjuk rasa. Pertama, belum adanya kesadaran di institusi Polri bahwa kebebasan berekspresi dan berdemonstrasi adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi. Kedua, tindak represif aparat dalam menangani massa aksi adalah karena praktik yang sudah menjadi kebiasaan.
Dikutip dari eksepsionline.com, tindakan represif yang dilakukan oleh aparat keamanan dalam menertibkan massa demonstrasi telah mengindikasikan adanya penyalahgunaan kewenangan yang mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia.
Dilansir dari tempo.co, kenyataannya, aksi demonstrasi direspon dengan brutalisme struktural. Tempo telah mengirim permintaan konfirmasi soal kritik atas langkah represif aparat terhadap aksi massa yang menolak revisi UU TNI, namun belum mendapatkan balasan.
Koalisi Kebebasan Berserikat mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap para aktivis yang mengungkapkan penolakan terhadap revisi Undang-undang TNI. Riza Abdali selaku koordinator menyatakan bahwa pemerintah harus menjamin perlindungan bagi jurnalis, aktivis, dan pembela HAM dari segala bentuk ancaman.
Puan Maharani selaku Ketua DPR meminta masyarakat untuk menahan diri dalam menanggapi protes atas pengesahan Undang-undang TNI. Dia menghimbau kepada masyarakat untuk membaca secara utuh dokumen final UU TNI.
Reporter: Saskiah & Afriansyah Gibran A. latif