Ilustrasi nelayan (Doc. Int)

BIOma – Sejak Sabtu, 12 September 2020 hingga hari ini, situasi di Pulau Kodingareng Lompo semakin memprihatinkan. Intimidasi dan teror kerap dirasakan oleh nelayan pulau. Bukan hanya itu yang dirasakan, keberadaan personel Polisi Perairan dan Udara (Polairud) juga sangat memengaruhi psikologi warga. Hingga hari ini, beberapa orang nelayan meninggalkan pulau karena merasa ketakutan dan terancam.

Pada tanggal 13 September 2020, diperkirakan 30 personel Polairud Polda Sulsel mendatangi Pulau Kodingareng sekitar pukul 14.40 WITA dengan dalih bersilaturahmi dengan warga di pulau. Namun, yang terjadi justru tindakan yang tidak diinginkan. Sesampai di pulau, rombongan Polairud kemudian berpencar di tiap lorong, menyisir setiap RT/RW dengan senjata lengkap di tangannya. Rombangan ini bukannya datang berdiskusi dengan nelayan, tapi mengincar beberapa nelayan yang menolak tambang pasir laut oleh kapal Queen of Netherlands (Boskalis).

Bahkan sekitar pukul 16.15 WITA, sekitar 3 (tiga) personel Polairud melakukan penggeledahan rumah-rumah nelayan yang diincar. Proses penggeledahan dilakukan sewenang-wenang tanpa memperlihatkan surat izin atau surat tugas penggeledahan kepada pemilik rumah. Di rumah Nining (salah satu mertua nelayan), personel Polairud mengambil salah satu celana jeans warna hitam milik salah satu nelayan yang diduga diincar, tanpa meminta izin sebelumnya kepada pemilik rumah.

Pada 14 September 2020, sekitar pukul 15.00 WITA diperkirakan 15 personel Polairud kembali ke pulau untuk mencari nelayan. Pencarian nelayan ini, personel Polairud mengunakan senjata lengkap di tangannya. Mereka juga menyisir di tiap-tiap lorong. Warga/nelayan merasa ketakutan dengan aksi sewenang-wenang personel tersebut.

Personel Polairud juga menelusuri sekitaran wilayah tangkap di Copong, Bonepama, Bonelure, dan Bonepute (wilayah Spermonde). Mereka menyasar beberapa nelayan yang diduga melakukan aksi menolak tambang.

Pada 15 September 2020, diperkirakan pukul 00.28 WITA, lagi-lagi, puluhan personel Polairud kembali mendatangi pulau. Mereka juga menyisir di tiap-tiap lorong. Menurut keterangan warga, kedatangan personel Polairud ke pulau untuk menangkap nelayan yang selama ini dicari. Nelayan pun khawatir melaut sejak dua hari ini (13-14 September 2020) karena takut ditangkap paksa.

Secara psikologis, nelayan yang diincar mengalami ketakutan, apalagi pola penangkapan Polairud sebelumnya selalu dibarengi dengan pemukulan. Misalnya, peristiwa penangkapan 11 orang (7 nelayan, 3 aktivis pers mahasiswa, dan 1 aktivis lingkungan) pada 12 September 2020 kemarin. Pada proses penangkapan, terjadi pemukulan.

Pola intimidasi dan teror tersebut tidak terlepas dari aksi nelayan yang masih konsisten menolak keras aktivitas tambang pasir laut oleh kapal Queen of Netherlands (Boskalis) yang menghancurkan wilayah tangkap nelayan tradisional di Pulau Kodingareng Lompo yang notabene merupakan wilayah Spermonde.

Berdasarkan catatan Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP), jumlah nelayan Pulau Kodingareng Lompo yang sedang dicari dan diincar oleh Polairud Polda Sulsel sebanyak 12 orang. Para nelayan tersebut merasa ketakutan, karena merasa diintimidasi dan diteror oleh oknum personel Polairud Polda Sulsel selama kurang lebih 3 hari ini (13 – 15 September 2020).

Hal ini berdampak pada psikis beberapa orang nelayan sehingga mereka terpaksa meninggalkan pulau lantaran tidak tahan dengan intimidasi dan teror oleh oknum personel Polairud.

Bahkan salah satu istri nelayan yang diincar masih dalam keadaan sakit lantaran mengetahui suaminya diintimidasi dan diteror. Selain itu, belasan nelayan tersebut sudah empat hari tidak melaut lagi, karena merasa ketakutan. Mereka takut jika terjadi penangkapan di laut.

Berdasarkan kronologi di atas, kami mendesak:

1). Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI, Kompolnas, dan Komnas HAM untuk segera menyikapi persoalan yang dihadapi oleh nelayan Pulau Kodingareng Lompo.

2). Polda Sulsel, Cq Dit. Polairud untuk menghentikan intimidasi dan teror terhadap nelayan pulau Kodingareng Lompo.

3). Polda Sulsel segera menarik personel Polairud dari pulau Kodingareng Lompo.

4). Gubernur Sulsel untuk segera menghentikan seluruh aktivitas tambang, dan mencabut izin terkait tambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan yang merupakan wilayah Spermonde.

Narahubung
+62 823-9327-2394 (Muhaimin Arsenio)

Reporter: PPMI DK Makassar

Loading

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *