Mengenal Monkeypox, Wabah yang Merebak di Eropa dan AS

Ilustrasi Monkeypox pada anak (Doc. Int)

BIOma – Virus Monkeypox atau cacar monyet ditemukan pertama kali di Denmark pada tahun 1958. Kata ‘monkeypox‘ berawal dari temuan cacar yang bersumber dari kera yang dijadikan sebagai hewan peliharaan untuk penelitian. Cacar monyet disebabkan oleh virus monkeyfox, genus Orthopoxvirus, yang juga merupakan genus dari beberapa virus diantaranya virus variola (penyebab cacar Smallpox) dan virus vaccinia (digunakan dalam vaksin cacar Smallpox).

Cacar monyet umumnya ditemukan di negara-negara endemik seperti Afrika bagian Tengah dan bagian Barat, tetapi kini diketahui penyebaran virus cacar monyet ini sudah mulai menyebar di benua Eropa, Amerika Utara, dan Australia. Menurut profesor spesialis penyakit menular di Sheba Medical Center Israel, Eyal Leshem, sebenarnya penyebaran virus ke negara-negara nonendemik tidak mengejutkan. Mengingat frekuensi dan kemudahan perjalanan internasional, serta peningkatan interaksi antara manusia dan hewan.

Dikutip dari CNBC Indonesia.com Hingga Senin (6/6/2022), tercatat 1.019 total kasus cacar monyet yang menyebar di 29 negara. Diantaranya Inggris yang mencatat kasus terbanyak sejauh ini, dengan 302 infeksi yang dikonfirmasi dan dicurigai. Diikuti oleh Spanyol dengan 198, Portugal dengan 153 dan Kanada dengan 80. Sampai saat ini belum ditemukan kasus monkeypox di Indonesia.

Cacar monyet menyebar antarmanusia melalui percikan liur yang masuk melalui mata, mulut, hidung, atau luka di kulit. Penularan juga bisa terjadi melalui benda yang terkontaminasi, seperti pakaian penderita. Namun, penularan antarmanusia membutuhkan kontak yang lama. Gejala virus cacar monyet akan terlihat mulai dari 5–21 hari sejak penderitanya terinfeksi virus monkeypox. Gejala awal cacar monyet ditandai dengan demam, letih atau lemas, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, serta pembengkakan kelenjar getah bening. Gejala tersebut dapat berlangsung selama 1-3 hari. Kemudian, ruam akan muncul lalu pecah dan berkerak sehingga menyebabkan borok di permukaan kulit.

Dilansir dari alodokter.com, hingga saat ini, belum ada pengobatan untuk cacar monyet. Namun, beberapa negara menggunakan tecovirimat dan brincidofovir untuk mempersingkat gejala dan jumlah waktu untuk menularkan ke orang lain. Risiko penularan sangat mungkin, maka tetap perlu waspada terhadap kemungkinan terjadi penyebaran di Indonesia.

Reporter: RM 5

Loading

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *